BIAS Jumat 9 : Hukum Kulit Bangkai Yang Disamak

Photo Credit : fauzifabaik.blogspot.com/
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله, أما بعد.

Para sahabat sekalian, kita lanjutkan pada halaqoh yang ke-9 dari pembahasan Matan Abu Syuja' AsySyāfi'iy rahimahullāh.
 
Pada pembahasan yang lalu kita telah menjelaskan tentang pembagian air di dalam madzhab Syāfi'iy, (yaitu):
 
Satu, Air thahūr, yaitu air yang suci dan mensucikan (air mutlak). Contohnya: air hujan, air danau dan lain-lain.
 
Dua, Air yang thahūr makrūh, yaitu air yang suci dan mensucikan namun dia makruh penggunaannya. Contohnya air musyammas. Dan kita telah jelaskan bahwasanya pembagian ini adalah khusus di dalam madzhab Syāfi'iy, namun tidak disepakati oleh jumhur ulama.
 
Tiga, Thāhir (suci) namun tidak dapat digunakan untuk mensucikan. Misalnya: minuman teh, kopi dan lain-lain.
 
Empat, Air najis, yaitu air yang tercampur dengan benda-benda yang najis.
 
Kemudian di sini penulis rahimahullāh akan menyebutkan tentang hukum kulit bangkai yang disamak. Pembahasan tentang kulit setelah pembahasan air (pembagian air) karena kulit pada zaman dahulu itu adalah media yang banyak sekali digunakan untuk menampung air, yaitu dengan membuat kantung-kantung air dari kulit. Oleh karena itu beliau membahas tentang kulit setelah pembahasan tentang air.
 
قال المصنف رحمه الله تعالى: فصل وجلود الميتة تطهر بالدباغ إلا جلد الكلب والخنزير وما تولد منهما أو من أحدهما،
Kata beliau:
Pasal (fashl): Dan kulit-kulit bangkai (bangkai secara umum) yang dia itu menjadi suci dengan cara disamak kecuali kulit anjing dan babi. (Disini beliau ingin menjelaskan bahwasanya beliau memulai dengan pembahasan yang baru. )
Karena anjing dan babi dalam madzhab Syafi'iy najisnya adalah najis 'ayni/najis secara zatnya, baik semasa hidup apalagi terlebih setelah menjadi bangkai.
Dan apa saja yang lahir dari keduanya (peranakan dari keduanya) atau salah satunya.
Jadi, misal induk jantannya adalah anjing, induk betinanya hewan lain, misalnya kambing maka peranakannya mengikuti hukum dari hukum anjing tadi.
 
Para sahabat sekalian yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'ālā, hewan sebagaimana yang kita ketahui ada :
 
Satu, Hewan yang hidup di laut (hewan laut). Hewan laut seluruhnya suci dan bangkainya pun suci dan halal untuk dimakan.
 
Dua, Hewan yang hidup di darat (hewan darat). Adapun hewan darat, disana ada:
  • Hewan yang diperbolehkan dimakan dagingnya. Seperti: sapi, kambing dan lain sebagainya. Apabila disembelih dengan aturan dan cara yang syar'i maka dagingnya adalah halal dan yang disembelih tersebut adalah suci. Namun apabila hewan tersebut tidak disembelih dengan cara yang syar'i atau mati sendiri, baik disengaja atau tidak disengaja maka hukumnya menjadi hukum bangkai dan dia menjadi najis.
  • Hewan yang tidak diperbolehkan untuk dimakan dagingnya. Seperti: harimau, keledai yang jinak dan seterusnya. Selama hewan tersebut masih hidup maka dia adalah thāhir (suci) walaupun tidak boleh dimakan dagingnya. Apabila dia mati, baik dengan cara disembelih ataupun mati sendiri maka hukumnya menjadi hukum bangkai. Oleh karena itu, seluruh bangkai adalah najis dan haram dimakan bangkainya kecuali ikan dan belalang.
Mengenai bagian-bagian bangkai kita akan bahas, diantaranya tentang :
 
Satu, Daging bangkai. Hukum daging bangkai adalah najis dan haram dimakan berdasarkan ijma' para ulama.
 
Dua, Kulit bangkai. Kulit bangkai yang belum disamak maka hukumnya adalah najis sebagaimana yang disepakati oleh para Imam Madzhab yang empat, bersepakat bahwasanya hukumnya adalah najis. Kemudian, kulit bangkai yang telah disamak, disana ada beberapa pendapat para ulama namun yang paling kuat adalah 2 pendapat:

Pendapat Pertama

Bahwasanya kulit bangkai menjadi suci setelah disamak kecuali kulit anjing dan babi. Jadi ini semua kulit bangkai, apapun. Ini adalah pendapat madzhab Syafi'iy sebagaimana yang telah kita bacakan dia atas dan juga pendapatnya Hanafiyah, akan tetapi berbeda dalam masalah kulit anjing. Dan juga ini adalah pendapat sebagian para shahabat. Dalilnya:
Satu, Hadits Ibnu 'Abbas radhiyallāhu Ta'ālā 'anhu, beliau berkata bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda :
 
إِذَا دُبِغَ الإِهَابُ؛ فَقَدْ طَهُرَ
Apabila kulit-kulit itu telah disamak maka dia telah menjadi suci (HR. Muslim).
Dua, kemudian sabda Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang lain manakala Beliau melihat kambing yang ditarik oleh para shahabat. Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda :
 
لو أخذتم إهابها فقالوا : إنها ميتة ، فقال : يطهرها الماء والقرظ
Jikalah kalian mengambil kulitnya. Kemudian para shahabat berkata: "Sesungguhnya hewan tersebut adalah bangkai." Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: "Air dan daun qarazh itu akan membersihkan (kulit dari bangkai tersebut)". (HR. Abu Daud dengan sanad yang hasan).
Para sahabat sekalian yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'ālā, alqarazh adalah dia bentuknya daun yang kasar yang banyak digunakan untuk proses samak.

Pendapat Kedua

Bahwasanya proses samak, dia hanyalah mensucikan kulit bangkai hewan-hewan yang diperbolehkan dimakan dagingnya seperti sapi, kambing dan lain sebagainya. Adapun hewan yang tidak boleh dimakan maka tetap hukumnya-walaupun sudah disamak-maka hukumnya najis. Ini adalah pendapat jumhur dari Malikiyyah, Hanabilah dan lain-lain, juga pendapat Ibnu Taimiyyah, Syaikh Bin Baz rahimahullāh, Syaikh 'Utsaimin dengan dalil hadits di atas yaitu bangkai (yang dimaksud disitu adalah bangkai kambing). Oleh karena itu mereka mengkhususkan bangkai yang diperbolehkan atau menjadi suci itu adalah bangkai dari hewan yang boleh dimakan dagingnya.

Samak (Ad-Dibagh)

Kemudian kita akan sedikit membahas tentang samak (addibāgh). Disini, samak adalah sebuah proses mensucikan/membersihkan kulit.
Oleh karena itu kata Al-Khātib Syarbini dalam kitab Mughnil Muhtāj, beliau mengatakan bahwasanya dibāgh itu adalah :
 
نزع فضول الجلد وهي مائيته ورطوباته التي يفسده بقاؤها
Yaitu menghilangkan kotoran-kotoran yang ada pada kulit (baik itu lemaknya, darahnya dan lain-lain) yang cairnya ataupun yang lembab/basahnya, yang mana kalau ada maka kulit tersebut akan menjadi rusak.
Jadi, proses samak adalah proses penghilangan kotoran-kotoran yang ada pada kulit dengan menambahkan zat-zat tertentu, apakah zat itu nabati, hewani ataupun zat yang sekarang dipakai (zat kimia) yang bisa menghilangkan kotoran dari kulit baik darahnya, lemaknya dan lain sebagainya.
 
Jadi, salah satu ciri bahwasanya proses penyamakannya adalah bagus apabila kulit tersebut ditaruh didalam air maka dia tidak akan berbau dan tidak akan menjadi busuk. Ini adalah contoh kulit yang baik.
 
Dan tidak cukup pengeringan kulit tersebut hanya dengan ditaruh di bawah sinar matahari, tapi harus dengan proses dan tahapan-tahapan yang dikenal dalam proses penyamakan. Sehingga kulit tersebut menjadi suci setelah disamak, kemudian dicuci maka kulit tersebut menjadi suci.
 
Demikian.
 
و صلى الله على محمد و على آله و صحبه و سلم
Anda dapat mendownload audio kajian di atas dengan mengklik link di bawah ini :

Rohmad Adi Siaman


Sumber :
  • Whats App Grup BIAS Group N01-57
  • Tim Materi Bimbingan Islam
ADVERTISEMENTS :

Latihan Soal CAT CPNS 2014

Posting Komentar