- Tadi disinggung tentang hadits lemah dan hadits shahih. pertanyaannya perbedaan yang mendasar dari hadits shahih dan lemah dimana? kalau kita lihat perawinya tidak semua kita kenal, mana yang sanadnya ke Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Mungkin kalau yang umum-umum seperti Bukhari dan Muslim, Ahmad itu mungkin sudah lazim.
Perbedaan yang mendasar adalah diterimanya hadits shahih dan ditolaknya hadits yang lemah. Yang kenal dan melihat perawinya adalah ulama dizamannya yang mengenalnya dan memiliki kapasitas untuk menilai dgn memeriksa hadits-hadits setiap perawi. Kita tinggal melihat dan mempelajarinya. Masalah bersambung dan tidak bersambung sanad ada pembahasannya sendiri insya Allah nanti kita akan pelajari tentang kreteria hadits shahih dan yang lemah dalam kajian kita mendatang sesuai dengan tema dan silabus yang sdh ditetapkan.
-
Masih ada diantara ustadz-ustadz yang memberikan tausiyah menggunakan hadits lemah, seperti "Tidurnya orang yang berpuasa dinilai ibadah" sehingga sebagian masyarakat awam menganggap itu sebuah kebenaran.. nah itu bagaimana? itu saja ustadz.
Realita yang ada memang menyedihkan. Bahkan kadang-kadang banyak "ustadz" yang tidak mengenal ilmu hadits sehingga menggampangkan penyampaian hadits lemah bahkan palsu. Sebagiannya klo disampaikan itu hadits lemah atau palsu jawabnya kan yang penting hadits. padahal hadits lemah dan palsu tidak boleh disandarkan kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam sebab tidak dapat dipastikan kebenarannya dari beliau. Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam pernah mengancam dengan sabdanya:
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِSiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja maka hendaknya menyiapkan tempat duduk dari neraka. (Muttafaqun 'alaihi)
maka para ulama sepakat memperingatkan kita untuk hati-hati menyampaikan hadits, jangan sampai yang lemah dan palsu kita sampaikan lalu mendapatkan ancaman menyandarkan perkataan kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam yang beliau tidak pernah katakan.
-
Bedanya antara hadits mauquf dengan atsar apa?
Perlu diketahui Al-Hadits adalah seluruh yang disandarkan kepada Nabi Muhammad berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, sifat akhlak atau sifat jasmaninya.
Sebagian ulama memandang al-Khobar adalah sinonim dari al-Hadits dan ada yang menyatakan antara keduanya ada keumuman dan kekhususan mutlak, seluruh al-Hadits adalah al-Khobar dan tidak sebaliknya.
Juga ada yang menyatakan al-Khobar adalah yang dari selain Nabi dan al-Hadits adalah khusus untuk Nabi. Dari sini dikatakan orang yang menekuni sejarah selain nabi dikatakan al-Akhbari sedangkan yang menekuni sunnah nabawiyah dinamakan al-Muhaddits. Dengan demikian kedua istilah ini berbeda.
Al-Atsar adalah al-Hadits itu sendiri baik yang marfu' ataupun yang mauquf. Sebagian ulama mengkhususkan al-Atsar untuk yang al-Mauquf.
As-Sunnah disini adalah sinonim dari al-Hadits.
Al-Matan adalah lafadz hadits yang diambil kandungan pengertiannya. Sebagian ulama mendefinisikannya dengan perkataan yang puncaknya sanad habis padanya.
As-Sanad adalah ungkapan bagi jalan periwayatan matan atau rangkaian para perawi yang menyampaikan kepada matan.
dari sini dapat dijelaskan sebenarnya menurut mayoritas ulama atsar itu mencakup mauquf dan yang lainnya. sehingga Mauquf (perkataan dan perbuatan yang disandarkan kepada sahabat) adalah bagian daripada atsar. wallahu a'lam.
-
Kalau sanad mursal itu maksudnya apa?
Sanad yang mursal terjadi karena penghapusan perawi atau tidak disebutkannya perawi setelah tabi'in. sehingga DR, Abdussataar dengan ungkapan :
وَمُرْسَلٌ مِنْ فَوْقٍ تَابِعٍ سَقَطْ
Mursal adalah yang hilang dari setelah Tabi'in.
Sehingga dapat dikatakan bahwa hadits mursal adalah hadits yang dirafa'kan tabi'in kepada Nabi. Gambarannya adalah seorang tabiin menyatakan bahwa Rasululloh bersabda atau melakukan sesuatu atau diamalkan satu amalan dihadapan beliau.
Contohnya :
حَدَّثَنِى يَحْيَى عَنْ مَالِكٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ
« إِنَّ شِدَّةَ الْحَرِّ مِنْ فَيْحِ جَهَنَّمَ فَإِذَا اشْتَدَّ الْحَرُّ فَأَبْرِدُوا عَنِ الصَّلاَةِ »
Disini 'Atho bin Yasaar adalah seorang tabi'in dan menyatakan bahwa Rasululloh bersabda dengan hadits tersebut. Jelas bahwa beliau tidak mendengar hadits langsung dari Rasululloh seakan-akan ia memursalkan hadits dengan menghapus perantara antara beliau dengan Rasululloh.
Seorang tabiin tidak berjumpa dengan Nabi shalallahu 'alaihi wa salam sehingga terputus dan tidak bersambung. Nah karena tidak jelasnya siapa antara tabiin tersebut dengan Nabi shalallahu 'alaihi wa salam
-
Hadits Ahad apa sama dengan hadits marfu'? ana pernah dengan bahwa hadits lemah boleh diamalkan dengan syarat tertentu apakah ini benar?
Hadits Ahad tidak sama dengan hadits marfu', karena berbeda sekali tinjauannya. klo hadits ahad itu bagian dari hadits yang ditinjau dari banyaknya sanad atau jalur periwayatannya sedangkan marfu' kembali kepada siapa yang terakhir dalam sanadnya. Hadits Ahad adalah hadits yang belum sampai derajat mutawatir. Hadis Mutawatir adalah hadis yang memiliki banyak sanad dan mustahil perawinya berdusta atas Nabi Muhammad saw, sebab hadis itu diriwayatkan oleh banyak orang dan disampaikan kepada banyak orang. Contohnya :Barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka tempatnya dalam neraka. (H.R Bukhari, Muslim, Ad Darimi, Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmizi,. Abu Ha'nifah, Tabrani, dan Hakim)Menurut para ulama hadis, hadis tersebut di atas diriwayatkan oleh lebih dari seratus orang sahabat Nabi dengan seratus sanad yang berlainan. Oleh sebab itu jumlah hadis Mutawatir tidak banyak.Dengan demikian hadits marfu' termasuk hadits Ahad bila tidak mencapai mutawatir.
-
Salah satu keistemewaan bulughulmaram adalah dicukupkannya hadits-hadits marfu (hadits yang disandarkan kepada Rasulullah) dan tidak memasukkan kecuali hanya sedikit hadits-hadits mauquf (disandarkan kepada Sahabat), maksudnya disandarkan bagaimana yah?
Maksudnya "disandarkan" adalah di sebutkan itu dari Rasulullah atau sahabat. contohnya :
عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ شِدَّةَ الْحَرِّ مِنْ فَيْحِ جَهَنَّمَ
didalam hadits ini Atha bin Yasaar menyandarkan hadits ini kepada Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam. Itulah makna "disandarkan".
-
Saya masih awam dengan kata sanad dan tabi'in. Apa kitab bulughul maram sendiri ada artinya?
Siapa saja yang belajar hadits dan ilmu akan berjumpa dengan istilah sanad dan matan. Matan adalah lafadz hadits yang diambil kandungan pengertiannya. Sebagian ulama mendefinisikannya dengan perkataan yang puncaknya sanad habis padanya. Sedangkan Sanad adalah ungkapan bagi jalan periwayatan matan atau rangkaian para perawi yang menyampaikan kepada matan. Seperti kalau dalam hadits :
قَالَ الْبُخَارِيُّ : حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللهِ بْنِ الزُّبَيْرِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ
سَعِيْدٍ الأَنْصَارِيْ قَالَ أَخْبَرَنِيْ مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيْمَ التَّيْمِيْ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيْ
يَقُوْلُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ
سَلَّمَ يَقُوْلُ :( إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِىءٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا
يُصِيْبُهَا أَوِ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Sanadnya itu adalah rangkaian perawi yaitu :
Abu Bakar Abdullah bin az-Zubeir bin 'Isaa al-Humaidi. meninggal tahun 219 H. Abu Muhammad Sufyan bin 'Uyainah bin Abi 'Imron al-Hilali al-Kufi kemudian al-Makki. Meninggal pada bulan rajab tahun 178 H dalam usia 71 tahun Abu Sa'id Yahya bin Sa'id bin Qais bin 'Amru al-Anshori al-Madani al-Qaadhi meninggal tahun 144 H Abu Abdillah Muhammad bin Ibrohim bin al-Haarits bin Kholid at-Taimi al-Madani meninggal tahun 120 H. 'Alqamah bin Waqqaash al-Laitsi al-Madani meninggal pada masa kekhilafahan Abdulmalik bin Marwan, dan Umar bin al-Khothob al-'Adawi sahabat nabi dan kholifah rasyid yang kedua. Rangkaian perawi (orang yang meriwayatkan hadits) ini semua dinamakan sanad. Sedangkan matannya adalah dari pernyataan Rasulullah bersabda sampai akhir hadits.Tabiin adalah para murid sahabat atau orang-orang yang belajar agama kepada para sahabat dalam keadaan beriman dan meninggal dalam keadaan iman juga. Bisa juga disebut generasi setelah generasi sahabat.Kitab bulughul maram bisa anda ikuti penjelasan pendahuluan dari pelajaran kita. Kalau diterjemahkan adalah mencapai kesempurnaan yang diinginkan dalam mengenal hadits-hadits tentang hukum syariat. Ikuti kajian kitab bulughulmaram di kajian hadits whatsapp insya Alloh akan lebih jelas lagi.
-
Mencari ilmu sangat penting. Apakah boleh kita menunda shalat saat mencari ilmu? Banyak sekolah memberlakukan jam belajar hingga jam 12.30. Bagaimana hukumnya ustadz?
Tidak dipungkiri realita seperti ini terjadi dibanyak sekolah, karena jam pelajaran harus tetap sedangkan jadwal sholat berubah-ubah. Insya Allah tidak mengapa asalkan para murid melakukan sholat berjamaah setelah selesai pelajaran mereka.
-
Kisah Nabi Ibrahim menyembelih Nabi Ismail diganti dengan seekor kambing. Kenapa ada qurban sapi ? Lebih afdhol mana antara qurban kambing dengan sapi? Satu ekor kambing bisa diniatkan untuk seluruh keluarga. Apakah kalau ikut iuran sapi juga bisa diniatkan untuk seluruh keluarga juga? Seandainya suami dan istri qurban sendiri-sendiri apakah boleh?
Tidak ada ganti-mengganti dalam hal ini, karena apa yang terjadi pada kisah Nabi Ibrohim dan Ismail hanya sebagai contoh qurban dan bukan membatasi qurban dengan kambing. Kemudian ada penjelasan dari Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam yang menjeelaskan bolehnya berqurban dengan sapi atau onta. Dengan demikian penjelasan tersebut adalah sebagai tambahan jenis hewan qurban.Kambing lebih utama dari 1/7 sapi dan seekor sapi yang disembelih seorang lebih baik dari seekor kambing. Wallahu a'lam.Satu qurban berupa kambing cukup sah untuk seorang dan ahli baitnya (keluarganya) dari kaum muslimin yang ia suka baik masih hidup atau sudah wafat. Telah diriwayatkan bahwa Rasululloh Saw ketika menyembelih qurbannya berkata:
اللهُمّ تَقَبَّلْ عَنْ مُحَمَّدٍ و آلِ مُحَمَّدٍ و َ مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍYa Alah terimalah dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan umat Muhammad.Sepertujuh onta atau sapi sah mencukupi dari orang yang sah untuk satu kambing. Seandainya seorang muslim menyembelih sepertujuh onta atau sapi untuknya dan keluarganya maka itu sah dan seandainya berserikat tujuh orang menyembelih qurban atau hadyu satu onta atau satu sapi maka hal itu sah.Diperbolehkan suami dan istri berqurban sendiri-sendiri bahkan juga boleh lebih dari satu perorangnya.
-
Apakah boleh berqurban dengan Kerbau? Adakah haditsnya? Sebab, Sapi dan Kerbau sejenis saja.
Diperbolehkan berqurban dengan kerbau karena kerbau dimasukkan dalam jenis sapi, seperti disampaikan imam al-Azhari:
أنواع البقر منها الجواميس وهي أنبل البقر وأكثرها ألبانا وأعظمها أجساما
Diantara jenis sapi adalah kerbau. Kerbau adalah sapi yang bagus dan lebih banyak susu dan badannya lebih besar. Sehingga dimasukkan dalam hewan qurban yang sah dipotong dalam madzhab Syafi'i. (lihat dalam kitab at-tambih fi Madzhab asy-Syafi'i karya Asy-Syairazi dalam kitab zakat).
-
Bolehkah berqurban untuk diri sendiri, tapi untuk beli binatang qurbannya, ada sedikit bantuan dari keluarga yg masih kafir sahkah qurbannya?
Apabila keluarga yang masih kafir memberikan hadiah dana tersebut maka setelah menjadi miliknya dapat digunakan untuk membeli kambing atau menutupi kekurangannya. Dengan demikian maka sah kurban dengan hewan tersebut.
-
Maaf pertanyaan di luar materi. Tentang pemurtadan di Sragen kalau boleh tahu di desa/kecamatan mana?
Diantaranya adalah beberapa kampung di wilayah desa PELEM kelurahan Jembangan Kec Plupuh Kab Sragen dan desa NDULAS Kelurahan GADING Kecamatan TANON kabupaten SRAGEN. Masih ada kemungkinan beberapa kampung didaerah kabupaten Sragen menjadi target misionaris dan kami sedang menjajaki hal tersebut.
-
Bolehkah wanita haid membaca Al Qur an? Apa hukumnya menyentuh daging babi? Bagaimana jika wajan penggorengan atau sejenisnya jika pernah di gunakan untk mengolah daging babi, apa hukumnya?
Para ulama berbeda pendapat tentang apakah wanita yang haid boleh membaca Al-Quran atau tidak? Dan yang kuat -wallahu a'lam- diperbolehkan bagi wanita yang sedang haid untuk membaca Al-Quran karena tidak adanya dalil yang shahih yang melarang.Bahkan dalil menunjukkan bahwa wanita yang haid boleh membaca Al-Quran, diantaranya sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Aisyah radhiyallahu 'anha yang akan melakukan umrah akan tetapi datang haid :ثم حجي واصنعي ما يصنع الحاج غير أن لا تطوفي بالبيت ولا تصليKemudian berhajilah, dan lakukan apa yang dilakukan oleh orang yang berhaji kecuali thawaf dan shalat. (HR.Al-Bukhary dan
Muslim, dari Jabir bin Abdillah)Berkata Syeikh Al-Albany:Wanita haidh boleh membaca al-Qur`an melalui hafalannya dan melalui mush-haf baik langsung atau tidak langsung menyentuh, Namun dalam membacanya sebaiknya menggunakan alas atau kain yang membuat wanita haidh tersebut tidak menyentuh langsung mush-haf al-Qur`an, karena adanya fatwa ulama yang melarang menyentuh langsung ke mush-haf seperti pendapat Ulama empat madzhab Hanafiyyah (Al-Mabsuth 3/152), Malikiyyah (Mukhtashar Al-Khalil hal: 17-18), Syafi'iyyah (Al-Majmu' 2/67), Hanabilah (Al-Mughny 1/137) dan syeikh bin Baaz rahimahullah ta'ala.Hadist ini menunjukkan bolehnya wanita yang haid membaca Al-Quran, karena membaca Al-Quran termasuk amalan yang paling utama dalam ibadah haji, dan nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah membolehkan bagi Aisyah semua amalan kecuali thawaf dan shalat, dan seandainya haram baginya membaca Al-Quran tentunya akan beliau terangkan sebagaimana beliau menerangkan hukum shalat (ketika haid), bahkan hukum membaca Al-Quran (ketika haid) lebih berhak untuk diterangkan karena tidak adanya nash dan ijma' yang mengharamkan, berbeda dengan hukum shalat (ketika haid). Kalau beliau shallallahu 'alaihi wa sallam melarang Aisyah dari shalat (ketika haid) dan tidak berbicara tentang hukum membaca Al-Quran (ketika haid) ini menunjukkan bahwa membaca Al-Quran ketika haid diperbolehkan, karena mengakhirkan keterangan ketika diperlukan tidak diperbolehkan, sebagaimana hal ini ditetapkan dalam ilmu ushul fiqh, dan ini jelas tidak samar lagi, walhamdu lillah. (Hajjatun Nabi hal : 69).
Berkata Syeikh Bin Baz:
يجوز للحائض والنفساء قراءة القرآن في أصح قولي العلماء ؛ لعدم ثبوت ما يدل على النهي عن ذلك بدون مس المصحف، ولهما أن يمسكاه بحائل كثوب
طاهر ونحوه، وهكذا الورقة التي كتب فيها القرآن عند الحاجة إلى ذلكBoleh bagi wanita haid dan nifas untuk membaca Al-Quran menurut pendapat yang lebih shahih dari 2 pendapat ulama, karena tidak ada dalil yang melarang, namun tidak boleh menyentuh mushhaf, dan boleh memegangnya dengan penghalang seperti kain yang bersih atau selainnya, dan boleh juga memegang kertas yang ada tulisan Al-Quran (dengan menggunakan penghalang) ketika diperlukan" (Fatawa Syeikh Bin Baz 24/344).Daging babi hukumnya najis dan yang memegangnya harus mencuci tangannya agar bersih dari najis memegang dagingnya tersebut.Menggunakan bejana atau wajan yang pernah dipakai masak daging babi sebaiknya tidak digunakan bila ada yang lainnya. Bila tidak hendaknya dicuci bersih hingga hilang najis sisa masak daging babinya. Akan ada pembahasan secara khusus tentang ini dalam bab Bejana dari kitab yang kita pelajari kitab Bulughulmaram insya Allah.
-
Afwan ana mau tanya mengenai berqurban tapi dengan cara patungan, sahkah qurbannya? Mengingat qurban tersebut bukan murni dari uang pribadi.
Tergantung maksud dari patungan tersebut. Bila maksudnya adalah iuran sejumlah orang atas satu kambing untuk semua yang ikutan urunan maka tidak diperbolehkan.
-
Ana pernah baca di buku pengurusan janaiz bahwa disunnahkan pada lapisan kafan terakhir adalah kain bergaris hitam, shohih kah ?
Ana belom tahu.
-
Ustadz boleh saya tanya ttg mengadzankan anak ketika lahir itu bagaimana? Apa ada anjurannya atau hadits nya?
Memang hal ini menjadi perselisihan ulama. Sebagian ulama memandang mengadzankan bayi yang baru lahir hukumnya sunnah, karena adanya banyaknya jalan periwayatan hadits-hadits pensyariatan adzan pada bayi. Sedangkan ulama lain memandang tidak disyariatkan mengadzankan bayi yang lahir karena hadits-hadits tentang hal ini semuanya lemah dan tidak bisa diangkat menjadi hadits yang hasan.
Diantara hadits-hadits tersebut adalah:
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ فَاطِمَةُ
بِالصَّلَاةِAku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam beradzan ditelinga Al Hasan bin Ali ketika Fathimah melahirkannya, seperti adzan untuk shalat.Hadits ini yang paling bagus kualitasnya dalam masalah ini. Namun ada perawi bernama 'Ashim bin 'Ubaidillah yang dilemahkan para ulama hingga dikatakan "munkarul hadits fil ashl"Terdapat jalan lain, dikeluarkan oleh Ath Thabrani dalam Mu'jam Al Kabir,
أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ حِينَ وُلِدَا ، وَأَمَرَ بِهِ
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam beradzan ditelinga Al Hasan dan Al Husain ketika dilahirkan, dan memerintahkannya. Hadits ini juga lemah sekali karena adanya Ashim bin Ubaidillah.Dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman,
أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ يَوْمَ وُلِدَ ، فَأَذَّنَ فِي
أُذُنِهِ الْيُمْنَى ، وَأَقَامَ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى
Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam adzan di telinga kanan Al Hasan bin Ali pada hari kelahirannya dan iqamah di telinga kirinya. Dalam hadits ini ada Al Hasan bin 'Amr, yang juga dihukumi dengan "Matrukul Hadits" (perawi yang sangat lemah sekali).Hadits ketiga dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman,
عَنِ الْحُسَيْنِ بْنِ عَلِيٍّ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ وُلِدَ لَهُ مَوْلُودٌ
فَأَذَّنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى ، وَأَقَامَ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى رُفِعَتْ عَنْهُ أُمُّ الصَّبِيَّاتِ
Dari Al Hasan bin Ali, ia berkata: Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: "Barangsiapa yang baru lahir bayinya lalu ia beradzan di telinga kanannya dan iqamah di telinga kirinya, maka ummu shabiyyat tidak akan memberi bahaya baginya"
Namun juga masalah pada Yahya bin 'Ala Ar Razi yang juga perawi sangat lemah. Kesimpulannya, semua hadits tentang adzan pada bayi adalah lemah dan tidak bisa dikuatkan dengan banyaknya riwayat yang ada karena seluruhnya lemah sekali.
Inilah yang membuat Ibnu Hibban dalam Al Majruhin, Asy Syaukani dalam Nailul Authar, Al Albani dalam Silsilah Al Ahadits Adh Dha'ifah dan Abu Ishaq Al Huwaini melemahkan hadits tersebut. Dengan demikian jelaslah bahwa tidak disyariatkan adzan pada bayi adalah pendapat yang rojih. Wallahu a'lam.
-
Ustadz, saya mau bertanya seputar qurban. Ada larangan memotong rambut dan kuku bagi yg berniat qurban. Apabila qurban tersebut atas nama anak, dimana orang tua yang membelikan hewan tersebut karena anak masih kecil. Apakah anak tersebut termasuk ke dalam orang-orang yang tidak boleh memotong kuku dan rambut? Atau karena orang tuanya yang membelikan hewan qurban tersebut maka hanya orang tua nya saja yg melaksanakan larangan tersebut? Terima kasih
Anak tersebut yang ingin berqurban tidak boleh memotong rambut dan kukunya hingga qurbannya disembelih.
-
Pertanyaan mengenai BPJS yang merupakan asuransi. Pemerintah akan mewajibkan semua masyarakat untuk mengikuti dengan tujuan subsidi silang. Bagaimana sikap kita sebagai masyarakat muslim?
Asuransi yang tidak dilakukan untuk bisnis diperbolehkan para ulama lihat fatwa asuransi taawun dari Majma' Fikih Islam dan fatwa DSN. BPJS bila tidak ada tujuan bisnis cari keuntungan maka diperbolehkan.
-
Dalam bab air, bila air itu berubah warna, namun tidak berbau, apakah masih mensucikan? Atau bila tidak berubah warna namun bau, biasanya yang asalnya dari rawa, bagaimana? Dalam bab cara buang air, hadits 104, kita tidak boleh membelakangi atau menghadap kiblat, bagaimana dengan kondisi orang yang rumahnya sangat terbatas tdk ada tempat lagi untuk menggeser toiletnya? Jazaakumulloh khoiron
Air yang berubah warnanya perlu dilihat apa yang membuatnya berubah warna. Apabila benda suci maka tidak menjadi najis, namun
bila yang mencampurinya adalah benda najis maka air tersebut menjadi najis. Ini karena air yang tercampur najis bila berubah satu
sifatnya atau lebih maka menjadi najis. Nah sifat air itu dilihat kepada sifat warna, bau dan rasa. maka bila ada yang berubah warna
atau bau atau rasa oleh najis maka air tersebut menjadi najis.
Tentang wc yang menghadap kiblat atau membelakanginya, menurut pendapat yang rojih seperti dirojihkan imam al-Bukhari, asy-Syaukani dan banyak ulama kontemporer bahwa wc yang ada dibangun dirumah-rumah diperbolehkan menghadap atau membelakangi ka'bah. Namun alangkah baiknya bila dibuat tidak menghadap atau membelakangi ka'bah. Nah kondisi saudara insya Allah diperbolehkan. Wallahu 'alam.
Sumber : WA Group Tanya Jawab KlikUk.com Ustadz Kholid Syamhudi Lc. dengan pengeditan beberapa kata (penyingkatan kata, penggunaan bahasa daerah, bahasa tidak baku dll) agar mudah dipahami.
Posting Komentar